MusicPlaylistRingtones

Monday, February 7, 2011

Keutamaan Tafaqquh Fiddin 1 (Mendalami Ilmu Agama)


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya.

Sesungguhnya mempelajari ilmu agama (tafaqquh fiddin) termasuk amalan yang paling utama dan termasuk tanda kebaikan pada seseorang. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” 2

Karena dengan mendalami ilmu agama akan mengantarkan kita kepada ilmu yang bermanfaat, di mana setiap amalan shalih dibangun di atas ilmu. Allah ta’ala berfirman :

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al Fath: 28)

Yang dimaksud dengan “huda” adalah ilmu yang bermanfaat dan “din al haq” adalah amal shalih.
Allah ta’ala telah memerintahkan nabiNya untuk berdoa memohon tambahan ilmu, sebagaimana firmanNya,

وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْماً
“ dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaha: 114)

Al hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata : Firman Allah azza wa jalla وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْماً sangat jelas menunjukkan tentang keutamaan ilmu. Karena Allah tidak pernah memerintahkan nabiNya untuk meminta (berdoa) atas tambahan sesuatu kecuali ilmu3.
Majelis yang didalamnya dipelajari ilmu yang bermanfaat Rasulallah namakan dengan taman surga atau “raudhatul jannah” dan mengatakan bahwa para ulama’nya merupakan pewaris para nabi.

Kenapa kita perlu belajar?
Tidak diragukan lagi ketika seseorang hendak melakukan suatu pekerjaan, apapun itu, maka sudah seharusnya ia mengetahui bagaimana cara mengerjakan pekerjaan itu dengan cara yang benar ( misal seseorang ingin membuat donat, maka pertama kali ia harus belajar bagaimana cara membuat donat yang benar). Sehingga dengan itu ia dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan benar. Maka, bagaimana mungkin seseorang mempersembahkan suatu ibadah kepada Allah – yang mana berharap agar ibadahnya diterima sehingga dapat menjauhkan dari neraka dan memasukkan kedalam surga – namun saat mengerjakan ibadah tersebut tanpa didasari ilmu ?? Apakah mungkin ibadahnya diterima?? Padahal syarat diterimanya amalan ada dua yaitu sesuai dengan tuntunan syariat dan ikhlash. Sedangkan untuk mengerjakan amalan supaya sesuai dengan tuntunan syaria’at dibutuhkan ilmu.

Ada tiga golongan manusia jika ditinjau dari ilmu dan amal:
Golongan pertama, yaitu golongan yang memadukan antara ilmu dan amal. Mereka adalah orang-orang yang telah Allah beri petunjuk untuk mengikuti jalannya orang-orang mendapat nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin4.

Golongan yang kedua, orang-orang yang mempelajari ilmu namun tidak mengamalkannya. Mereka adalah orang-orang yang dimurkai seperti orang-orang yahudi dan yang semisalnya.

Golongan yang ketiga, orang-orang yang beramal tanpa ilmu. Dan mereka adalah orang-orang yang tersesat seperti orang-orang nashrani dan yang semisalnya.

Ketiga golongan tersebut disebutkan dalam surat Al fatihah. Surat ini dibaca dalam setiap rekaat shalat-shalat kita, Allah berfirman :

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. “ (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Syaikh imam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, adapun firman Allah غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ “yang dimurkai” adalah para ahli ilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, “yang tersesat” yaitu orang-orang yang beramal tanpa ilmu. Sifat yang pertama المَغضُوبِ atau “yang dimurkai” merupakan sifat orang yahudi. Sifat yang kedua الضَّالِّينَ atau “yang tersesat” merupakan sifat orang nashrani.

Kebanyakan manusia jika melihat ke tafsir -bahwa orang yang dimurkai adalah yahudi dan orang yang sesat adalah nashrani- menyangka bahwa itu hanya sifat khusus bagi mereka (yahudi dan nashrani) saja. Padahal mereka mengakui bahwa Allah memerintahkan mereka untuk senantiasa berdo’a dengan do’a ini (Al-Fatihah ayat 6-7 ) agar dijauhkan dari jalannya orang-orang yang memiliki sifat-sifat tersebut. Subhannallah! Bagaimana mungkin Allah mengajarkan, memilihkan, serta mewajibkan untuk senantiasa berdo’a dengan doa tersebut sedangkan mereka mengira tidak diperingatkan dari sifat-sifat tersebut ..??5

Itulah hikmah mengapa kita diwajibkan membaca surat yang agung ini -yakni surat Al-Fatihah- dalam setiap rekaat baik dalam shalat fardhu maupun nafilah. Hal ini tidak lain karena didalamnya terkandung rahasia yang sangat agung, yaitu adanya lafadz do’a di atas. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengikuti jalannya orang-orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan beramal shalih, itulah jalan kesuksesan di dunia maupun di akhirat. Semoga kita dijauhkan dari jalannya orang-orang yang celaka yaitu orang-orang yang berilmu namun tidak mengamalkannya atau sebaliknya beramal namun tanpa didasari ilmu.

Ketahuilah bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bersandar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan memahami dan mentadabburi keduanya (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Tentunya juga dengan bantuan penjelasan dari para ulama rabbani maupun dari kitab-kitab tafsir Al-Qur’an , syarah hadist, kitab fikih, serta kitab nahwu dan bahasa arab, di mana Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab. Semua kitab-kitab tersebut merupakan jalan untuk memahami Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Wahai saudaraku tercinta, supaya amalan kita benar dan sesuai syariat maka wajib bagi kita untuk mempelajari apa-apa yang berkaitan dengan agama kita baik berupa shalat, puasa, zakat maupun amalan yang lainnya. Hendaknya kita juga mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan muammalah sehingga kita mengetahui apa saja yang diperbolehkan dan dilarang. Dengan demikian penghasilan yang kita dapatkan halal, begitu juga dengan harta kita sehingga do’a kita didengar (karena salah satu penyebab tidak dikabulkannya do’a adalah memakan harta yang tidak halal).

Bagaimana cara untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat?
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, diantaranya:
Pertama , rajin membaca kitab-kitab yang bermanfaat. Kedua, dekat dengan para ulama atau ahli ilmu. Sehingga kita dapat bertanya tentang masalah syariat apa yang tidak kita fahami. Dan juga kita dapat mengambil ilmu dari para ulama sehingga terhindar dari pemahaman yang salah. Ketiga, menghadiri majelis ilmu baik di masjid-masjid maupun yang selainnya. Kempat, mendengarkan ceramah lewat radio dan yang lainnya.
Alhamdulillah sekarang sudah banyak mengudara radio-radio yang menyiarkan program-progam yang bermanfaat sehingga memudahkan kita mendengarkan ceramah dan yang lainnya di mana pun kita berada.

Jangan lupa wahai saudaraku, sesungguhnya ilmu itu tumbuh dan berkembang dengan amal. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,

من عمل بما علم اورثه الله علم ما لم يعلم
“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui maka Allah menganugerahinya ilmu yang ia belum ketahui.”
Dan hal ini juga dikuatkan dengan FirmanNya

, وَاتَّقُواْ اللّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّهُ وَاللّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم
“Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah:282)
Allah memuji para ulama yang mengamalkan ilmunya dan mengangkat derajat mereka. Allah ta’ala berfirman,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar : 9)
Dan juga firmanNya,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah:11)

Allah menjelaskan kedudukan orang-orang yang berilmu yang diiringi dengan iman lalu mengabarkan bahwa Dia Maha mengetahui dan menyaksikan setiap yang kita kerjakan, hal ini memberi petunjuk kepada kita bahwa ilmu harus diiringi dengan amal.
Semoga bermanfaat, Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.

Selesai ditulis di Riyadh, 17 Safar1432 H (21 Januari 2011)
Abu Zakariya Sutrisno (www.ukhuwahislamiah.com)

Maraji’:
[1]. Artikel ini kami sarikan dari pendahuluan kitab Mulakhos Fiqhiyah karangan guru kami, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan - hafidzahullah ta’ala – (cet. Darul ‘Aqidah Jilid I/hal.4-7). Kitab ini adalah ringkasan dari kitab Ar Raudh Al Murbi’ Syarh Zaad al Mustaqni’.
[2]. Diriwatkan oleh sahabat Muawiah, muttafaqun ‘alaihi. Shahih Bukhari: 71 dan Shahih Muslim: 1037
[3]. Fathul Baari (1/187).
[4]. Sebagaimana firman Allah dalam surat an Nisa ayat 69.
[5]. Tariikh Najd oleh ibnu Ghannam.

No comments:

Post a Comment