MusicPlaylistRingtones

Wednesday, October 5, 2011

Bahaya "Jaringan Islam Liberal (JIL)" bhg 3


(BAGIAN-3)

JARINGAN ISLAM LIBERAL

DALAM SOROTAN AL-QUR’AN DAN AS SUNNAH

Sebagai Muslim, maka dia harus berpasrah diri dengan penuh keyakinan kepada Allooh سبحانه وتعالى, dimana wujud kepasrahan ini dibuktikan dengan kepatuhan terhadap Pedoman dari Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, baik dari pemahaman maupun pengamalan.

Hati-hatilah dengan pemahaman yang nampaknya “keren” dan memukau, disebabkan oleh kemilau dan gemerlap penampilannya, baik melalui gelar akademis (seperti: Professor, Doktor, dll) maupun almamater (seperti: lulusan Chicago, Oxford, Harvard, dll); padahal urusan dien adalah tidak ada kaitannya sama sekali dengan hal itu, melainkan adalah dengan kebenaran yang difahami dan disebarkannya.


Dahulu, Abu Bakar As Siddiq, ‘Umar bin Khoththoob, ‘Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib رضي الله عنهم serta sederet para Shohabat lainnya dimana mereka diabsen masuk surga, tetapi mereka itu tidak bergelar Haji / Professor / Doktor dan sejenisnya. Namun ironisnya tidak sedikit manusia pada zaman sekarang, mereka itu lebih terpukau kepada mereka yang bergelar Haji / Professor Doktor / Lulusan Chicago dll, padahal orang-orang yang demikian itu justru mereka lah yang mengibarkan paham menuju PEMURTADAN, yang menjerumuskan manusia kedalam neraka.

Wahai kaum Muslimin, hati-hati lah didalam menelan dan memasukkan pemahaman tentang Al Islam. Perhatikanlah Firman-Firman Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits-Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berikut ini:

1. Berbicara Menyelisihi Al Qur’an adalah Pemalsuan atas nama Allooh سبحانه وتعالى

قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللَّهِ تَفْتَرُونَ

Artinya:

“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allooh kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya harom dan (sebagiannya) halal“. Katakanlah: “Apakah Allooh telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allooh?” (QS. Yunus (10) ayat 59)

2. Memalsukan Sesuatu atas nama Allooh سبحانه وتعالى adalah perbuatan aniaya dan kriminal yang sangat ekstrim

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

Artinya:

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allooh, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.” (QS. Al An’aam (6) ayat 21)

فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بِآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْمُجْرِمُونَ

Artinya:

“Maka siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allooh atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung orang-orang yang berbuat dosa.” (QS. Yunus (10) ayat 17)

3. Ancaman Allooh سبحانه وتعالى terhadap orang-orang dzoolim

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

Artinya:

“Dan siapakah yang lebih dzolim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allooh atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya“, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allooh“. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzolim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu“. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allooh (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’aam (6) ayat 93)

4. Mengada-ada sesuatu atas nama Allooh سبحانه وتعالى adalah merupakan makar syaithoon

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169)

Artinya:

(168) “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithoon; karena sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh yang nyata bagimu.

(169) Sesungguhnya syaithoon itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allooh apa yang tidak kamu ketahui. “

(QS. Al Baqoroh (2) ayat 168-169)

5. Mengada-ada atas nama Allooh سبحانه وتعالى adalah Haroom

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Artinya:

Katakanlah: “Robb-ku hanya mengharomkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharomkan) mempersekutukan Allooh dengan sesuatu yang Allooh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharomkan) mengada-adakan terhadap Allooh apa yang tidak kamu ketahui“. (QS. Al A’roof (7) ayat 33)

Ketika seorang Muslim ingin sampai pada pemahaman yang benar tentang Al Islam, maka mau tidak mau, dia harus memenuhi prosedur berikut ini, dan tidak memilih dan menentukan jalannya sendiri, apalagi ikut campur mendikte, dan mengintervensi Firman Allooh سبحانه وتعالى dan atau Hadits Rosuulullooh الله عليه وسلم sesuai dengan kemampuan intelektual, atau empiris atau rasa, kecenderungan, budaya, tradisi, bahkan mimpi.

Berikut ini sederet diantara apa yang dikemukakan oleh Para Pendahulu Ummat yang Shoolih, yang mereka itu tidak memiliki gelar akademis, tetapi diyakini oleh Ahlus Sunnah sebagai panutan dan rujukan didalam pemahaman terhadap Al Qur’an, As Sunnah dan Al Islam.

Apa yang semestinya Muslim lakukan dalam memahami Islam :

1. Berpegang teguh dengan peninggalan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, Shohabat, Taabi’iin, Taabi’ut Taabi’iin, Para Imaam mu’tabar (valid) dan menjauhkan diri dari FILSAFAT dalam memahami Islam

وقال الإمام الأوزاعي :

عليك بآثار من سلف وإن رفضك الناس وإياك وآراء الرجال وإن زخرفوه بالقول

Artinya:

Imaam Al Auzaa’i رحمه الله berkata:

“Hendaknya engkau berpegangteguh dengan peninggalan orang terdahulu, betapa pun manusia menolakmu, dan menjauhlah kamu dari pendapat-pendapat orang, betapa pun mereka membingkainya dengan perkataan-perkataan yang indah.” (“Asy-Syarii’ah Al Imaam Al Ajurri رحمه الله”)

وقال أبو حاتم الرازي :

مذهبنا واختيارنا اتباع رسول الله وأصحابه والتابعين ومن بعدهم بإحسان وترك النظر في موضع بدعهم والتمسك بمذاهب أهل الأثر مثل أبي عبد الله أحمد بن حنبل وإسحاق بن إبراهيم وأبو عبيد القاسم بن سلام والشافعي لزوم الكتاب والسنة والذب عن الأئمة المتبعة بآثار السلف واختيار ما اختاره أهل السنة من الأئمة في الأمصار مثل مالك بن أنس في المدينة والأوزاعي بالشام والليث بن سعد بمصر وسفيان الثوري وحماد بن زياد بالعراق من الحوادث مما لا يوجد فيد رواية عن النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه والتابعين

Artinya:

Berkata Imaam Abu Haatim Ar Roozy رحمه الله:

“Madzhab kami dan pilihan kami adalah mengikuti Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, para Shohabat, dan Taabi’iin serta orang-orang yang dengan setia mengikuti mereka setelah mereka, dan meninggalkan untuk melihat perkara-perkara ke-Bid’ahan dan berpegang teguh dengan madzhab Ahlil Atsar (Ahlus Sunnah) seperti Abu Abdillaah Ahmad Bin Hambal, Izhaq bin Ibrohim, Abu ‘Ubaid Al Qoosim bin Sallaam dan Asy Syaafi’iy رحمهم الله; dan tidak berpisah dengan Al Qur’an dan As Sunnah, dan membela para Imaam yang mengikuti peninggalan-peninggalan orang terdahulu, yang menjadi pilihan Ahlus Sunnah dari kalangan para Imaam berbagai negeri seperti Maalik bin Anas رحمه الله di Madinah, Al Auzaa’i رحمه الله di Syams (Syiria sekarang), Al Laits bin Sa’ad رحمه الله di Mesir, Sofyan Ats Tsauri رحمه الله dan Hammad bin Ziyaad رحمه الله di Iraq; dari berbagai perkara baru yang tidak ditemui riwayatnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم, Shohabat dan Taabi’iin dan meninggalkan pendapat orang yang terkecoh, terpeleset, tergiur, tertipu dan pendusta.”

(Imaam Al Laalika’i رحمه الله dalam “Syarah Ushuul I’tiqood Ahlis Sunnah”)

وقال الإمام الشافعي في اعتقاد الإمام الشافعي جمع الهكاري

… فأوصي بتقوى الله عز وجل ولزوم السنة والآثار عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه وترك البدع والأهواء واجتنابها{ يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ }

Artinya:

Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله berkata, “Aku berwasiat (berpesan) agar kalian bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى dan berpegangteguh pada As Sunnah dan peninggalan-peninggalan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para Shohabatnya dan meninggalkan berbagai ke-Bid’ahan dan Hawa, serta menjauhinya;

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allooh sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berdienul Islam.” (QS. Ali ‘Imroon (3) ayat 102)

(“I’tiqood Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله” karya Imaam Al Hakkaary رحمه الله)

وقال :

آمنت بالله وبما جاء عن الله وعلى مراد رسول الله وآمنت برسول الله وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله

Artinya:

Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله juga berkata:

“Aku beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan segala yang datang dari Allooh سبحانه وتعالى, sesuai dengan kehendak Allooh سبحانه وتعالى. Juga aku beriman kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dan dengan segala apa yang datang dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, sesuai dengan kehendak Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.”

(“Lum’atul I’tiqood Al Haadi Ilaas Sabiilir Rosyaad” karya Imaam Ibnu Qudaamah Al Maqdisy رحمه الله)

أقوالا للإمام الشافعي في كتابه الحجة في بيان المحجة وشرح عقيدة أهل السنة :

أبا ثور وحسناً يقولان : سمعنا الشافعي رحمه الله يقول : ‘ حكمي في أصحاب الكلام أن يضربوا بالجريد ، ويحملوا على الإبل ، ويطاف بهم في العشائر والقبائل ، وينادى عليهم : هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأخذ في الكلام
عن الشافعي قال : ‘ فر من الكلام كما تفر من الأسد ‘ .
3. وقال : ‘ العلم بالكلام جهل به

4. وقال : ‘ ما ارتدى أحد بالكلام فأفلح ‘

Artinya:

Imaam Asy Syaafi’iy رحمه الله berkata:

1.“Ketetapanku (vonisku) terhadap para Ahli Kalam (Filsafat) agar mereka dipukul dengan pelepah kurma, lalu diarak keliling kampung dan suku diatas unta, sembari diumumkan pada khalayak “Ini adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah dan mengambil Filsafat.”

2. “Larilah kamu dari Filsafat, sebagaimana kamu lari dari singa.”

3. “Mengetahui Filsafat adalah sama dengan bodoh dengan Filsafat.”

4. “Tidak ada seorang yang berbaju Filsafat, lalu dia beruntung (selamat).”

(Dinukil dari Kitab “Al Hujjah Fii Bayaanil Mahajjah Wa Syarhu ‘Aqiidati Ahlis Sunnah” karya Imaam Ismaa’iil Al Asbahaany رحمه الله)

2. Bergurulah dalam memahami Islam dari orang-orang yang mu’tabar (valid) dan tidak mengambil ‘ilmu dari orang Faasiq, orang Ahlil Bid’ah, apalagi orang Kaafir dan Orientalis yang benci, dendam kesumat terhadap Islam



قال الأوزاعي :

كان هذا العلم كريما يتلاقاه الرجال بينهم فلما دخل في الكتب دخل فيه غير أهله

Artinya:

Imaam Al Auzaa’I رحمه الله berkata:

“Dulu ilmu (– dien) ini mulia, berantai dari orang ke orang diantara mereka, ketika memasuki buku (autodidak), maka masuklah kedalam ilmu ini orang yang bukan ahlinya.”

(Dinukil dari Kitab “Shiyaar A’laami Nuubalaa” karya Imaam Adz Dzaahaby رحمه الله)

قال الإمام مالك رحمه الله :

لا يؤخذ العلم عن أربعة : سفيه يعلن السفه وإن كان أروى الناس وصاحب بدعة يدعو إلى بدعته ومن يكذب في حديث الناس وإن كنت لا أتهمه في الحديث وصالح عابد فاضل إذا كان لا يحفظ ما يحدث به

Artinya:

Imaam Maalik رحمه الله berkata:

“Tidak boleh ilmu itu diambil dari 4 orang:

1. Orang yang dungu yang nampak kedunguannya, betapa pun manusia paling produktif dalam meriwayatkan (ilmu),

2. Pelaku Bid’ah yang menyeru kepada ke-Bid’ahannya,

3. Orang yang berdusta dalam pembicaraan, walaupun aku tidak menuduh orang tersebut berdusta dalam Hadits,

4. Orang yang shoolih, ahli Ibadah dan mulia jika tidak hafal apa yang dia riwayatkan.”

(Dinukil dari Kitab “Shiyaar A’laami Nuubalaa” karya Imaam Adz Dzaahaby رحمه الله)

عَنِ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ :

لَمْ يَكُونُوا يَسْأَلُونَ عَنِ الإِسْنَادِ فَلَمَّا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ قَالُوا سَمُّوا لَنَا رِجَالَكُمْ فَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ السُّنَّةِ فَيُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ وَيُنْظَرُ إِلَى أَهْلِ الْبِدَعِ فَلاَ يُؤْخَذُ حَدِيثُهُمْ

Artinya:

Imaam Ibnu Siriin رحمه الله berkata:

“Dulu orang-orang tidak bertanya tentang sanad (orang yang meriwayatkan ilmu dien / Hadits), akan tetapi setelah terjadinya Fitnah, mereka berkata, “Sebutkan pada kami para guru kalian, lalu dilihat jika mereka itu Ahlus Sunnah maka Hadits mereka diambil, dan jika mereka Ahlul Bid’ah maka Hadits mereka tidak diambil.” (Hadits Shohiih Muslim no: 27)

وقال الإمام الصابوني :

ويبغضون أهل البدع الذين أحدثوا في الدين ما ليس منه ولا يحبونهم ولا يصحبونهم ولا يسمعون كلامهم ولا يجالسونهم ولا يجادلونهم في الدين ولا يناظرونهم ويرون صون آذانهم عن سماع أباطيلهم التي إذا مرت بالأذان وقرت في القلوب ضرت وجرَّت إليها من الوساوس والخطرات الفسدة ما جرّت وفيه أنزل الله عز وجل قوله : { وإذا رأيت الذين يخوضون في آياتنا فأعرض عنهم حتى يخوضوا في حديث غيره

Artinya:

Imaam Ash Shoobuuny رحمه الله berkata:

“Mereka (Ahlus Sunnah) membenci Ahlul Bid’ah yang mengada-ada sesuatu yang baru dalam Islam, sesuatu yang bukan dari Islam; mereka (Ahlus Sunnah) tidak menyukai Ahlul Bid’ah; Ahlus Sunnah tidak bersahabat dengan ahlul Bid’ah dan tidak mendengarkan perkataan Ahlul Bid’ah; Ahlus Sunnah tidak duduk berdampingan dengan Ahlul Bid’ah; Ahlus Sunnah tidak berdebat dalam urusan dien dengan Ahlul Bid’ah; bahkan Ahlus Sunnah memelihara telinga mereka dari mendengar kebaathilan-kebaathilan Ahlul Bid’ah dimana jika kebaathilan itu melewati telinga dan menetap dalam hati maka akan membahayakan dan akan menimbulkan was-was dan lintasan-lintasan fikiran yang merusak; dalam hal ini Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al An’aam (6) ayat 68:

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithoon menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzolim itu sesudah teringat (akan larangan itu).”

(Dinukil dari Kitab “’Aqiidatus Salaf wa Ashaabul Hadiits” karya Imaam Ash Shoobuny رحمه الله)

قال البربهاري في شرح السنة :

إن هذا العلم دين فانظروا ممن تأخذون دينكم ولا تقبلوا الحديث الا ممن تقبلون شهادته فانظر إن كان صاحب سنة له معرفة صدوق كتبت عنه وإلا تركته

Artinya:

Imaam Al Barbahaary رحمه الله berkata:

“Sesungguhnya ilmu ini adalah Al Islam, maka dari itu lihatlah oleh kalian dari siapa kalian mengambil dien (Islam) kalian. Janganlah kalian menerima Hadits kecuali dari orang yang kalian terima persaksiannya. Lihatlah, jika dia Ahlus Sunnah, berpengetahuan, lagi benar, tulislah darinya. Tetapi jika tidak, maka tinggalkanlah.”

(Dinukil dari Kitab “Syarhus Sunnah” karya Imaam Al Barbahaary رحمه الله)

عن محمد بن سيرين قال

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ. ( مسلم :26 ) وزاد السمعاني : … ذهب العلم وبقي منه غبرات في أوعية سوء ويجتنب الرواية عن الضعفاء والمخالفين من أهل البدع والأهواء (أدب الاملاء والاستملاء

المؤلف : عبدالكريم بن محمد بن منصور أبو سعد التميمي السمعاني)

Artinya:

Imaam Muhammad bin Siriin رحمه الله berkata, “Sesungguhnya ilmu ini adalah dien, maka dari itu lihatlah dari siapa kalian ambil dien kalian.”

(Riwayat Imaam Muslim no: 26, dan dalam Riwayat As Sam’aany رحمه الله terdapat di akhirnya kata: “….Ilmu telah pergi, dan yang tersisa dari ilmu adalah debu didalam bejana yang buruk. Jauhilah periwayatan (ilmu) dari orang-orang yang lemah dan orang-orang yang menyelisihi dari kalangan Ahlul Bid’ah dan Ahlul Hawa’.” – Dinukil dari Kitab “’Aadaabul ‘Imlaa wal ‘Istimlaa”)

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله :

“ثم من طريقة أهل السنة والجماعة اتباع آثار رسول الله صلى الله عليه وسلم باطناً وظاهراً، واتباع سبيل السابقين الأولين من المهاجرين والأنصار واتباع وصية رسول الله صلى الله عليه وسلم حيث قال: [عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة] (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه)

ويعلمون أن أصدق الكلام كلام الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، ويؤثرون كلام الله على كلام غيره من كلام أصناف الناس ويقدمون هدي محمد صلى الله عليه وسلم على هدي كل أحد، وبهذا سموا أهل الكتاب والسنة”

وسموا أهل الجماعة: لأن الجماعة هي الاجتماع وضدها الفرقة، وإن كان لفظ الجماعة قد صار اسماً لنفس القوم المجتمعين، و( الإجماع ) هو الأصل الثالث الذي يعتمد عليه في العلم والدين.

وهم يزنون بهذه الأصول الثلاثة جميع ما عليه الناس من أقوال وأعمال باطنة أو ظاهرة مما له تعلق بالدين، والإجماع الذي ينضبط هو ما كان عليه السلف الصالح إذ بعدهم كثر الاختلاف وانتشرت الأمة

Imaam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata, “Kemudian merupakan bagian dari pedoman Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah adalah mengikuti peninggalan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم baik dhohir maupun bathin, dan mengikuti jalan para pendahulu yang pertama kali baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshor, dan mengikuti wasiat Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dimana beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, “Pegangteguhlah oleh kalian Sunnahku dan Sunnah Al Khulafaa’ Ar Roosyidiin yang mendapat petunjuk setelah aku. Pegang-teguhlah hal itu, gigitlah oleh gigi geraham kalian dan menghindarlah kalian dari perkara-perkara Baru. Sesungguhnya setiap sesuatu yang baru adalah Bid’ah, dan setiap Bid’ah adalah sesat.” (Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud, Imaam At Turmudzy dan Imaam Ibnu Maajah)

“Mereka (Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) mengetahui bahwa perkataan yang paling benar adalah Firman Allooh سبحانه وتعالى, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad صلى الله عليه وسلم. Mereka mengedepankan firman Allooh سبحانه وتعالى dari perkataan selainnya yang merupakan jenis perkataan manusia. Mereka mendahulukan petunjuk Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم diatas petunjuk siapa pun. Dengan inilah, mereka disebut Ahlul Kitab Was Sunnah.”

“Mereka disebut Ahlil Jamaa’ah, karena Jamaa’ah itu adalah berkumpul. Kebalikannya adalah bercerai (ber-firqoh). Betapa pun kata Jamaa’ah ini telah menjadi nama bagi suatu kaum yang bersepakat (berkumpul). Dan Ijma’ adalah pokok ke-3 yang dijadikan sandaran baik dalam ilmu maupun dien.”

“Mereka (Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah) menimbang segala apa yang ada pada manusia, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik tidak nampak maupun nyata yang ada kaitannya dengan dien, melalui 3 pokok diatas. Sedangkan Ijma’ yang kokoh adalah Ijma’ yang berlaku pada Pendahulu Ummat yang Shoolih, karena setelah mereka, banyak terjadi perselisihan yang tersebar di tengah-tengah ummat.”

Betapa bahayanya pernyataan yang merupakan apa yang tertumpah dari keyakinan orang-orang berikut ini

1) Ulil Abshar Abdalla
Ia mengatakan, “Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (Majalah Gatra, 21 Desember 2002).

Ia juga mengatakan, “Larangan beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi.” (Kompas, 18/11/2002).

2) Budhy Munawar Rahman
Ia mempromosikan teologi pluralis sebagai berikut. “Konsep teologi semacam ini memberikan legitimasi kepada kebenaran semua agama, bahwa pemeluk agama apa pun layak disebut sebagai ‘orang yang beriman’, dengan makna ‘orang yang percaya dan menaruh percaya kepada Tuhan’. Karena itu, sesuai QS 49: 10-12, mereka semua adalah bersaudara dalam iman.“

Budhy menyimpulkan, “Karenanya, yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antar-agama yakni pandangan bahwa siapa pun yang beriman–tanpa harus melihat agamanya apa–adalah sama di hadapan Allah. Karenanya, Tuhan kita semua adalah Tuhan Yang Satu.” (Lihat artikel Budhy Munawar Rahman berjudul “Basis Teologi Persaudaraan antar-Agama”, dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia [Jakarta: JIL, 2002], hlm. 51-53).

3) Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan (dosen UIN Yogyakarta)
Ia berpendapat, “Jika semua agama memang benar sendiri, penting diyakini bahwa surga Tuhan yang satu itu sendiri terdiri banyak pintu dan kamar. Tiap pintu adalah jalan pemeluk tiap agama memasuki kamar surganya. Syarat memasuki surga ialah keikhlasan pembebasan manusia dari kelaparan, penderitaan, kekerasan, dan ketakutan, tanpa melihat agamanya. Inilah jalan universal surga bagi semua agama. Dari sini kerja sama dan dialog pemeluk berbeda agama jadi mungkin.” (Abdul Munir Mulkhan, Ajaran dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar [Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002], hlm. 44).

4) Prof. Dr. Nurcholish Madjid
Ia menulis, “Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat inklusif dan merentangkan tafsirnya ke arah yang semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat perenial yang belakangan banyak dibicarakan dalam dialog antar agama di Indonesia merentangkan pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai agama.” (Lihat buku Tiga Agama Satu Tuhan [Bandung: Mizan, 1999], hlm. xix).

5) Dr. Alwi Shihab
Ia menulis, “Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan, dengan begitu, layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai Pluralisme keAgamanaan dan menolak eksklusivisme. Dalam pengertian lain, eksklusivisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an. Sebab, Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya.” (Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama [Bandung: Mizan, 1997], hlm. 108-109).

6) Sukidi (alumnus Fakultas Syariah IAIN Ciputat yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme Agama)
Ia menulis di koran Jawa Pos (11/1/2004), “Dan, konsekuensinya, ada banyak kebenaran (many truths) dalam tradisi dan agama-agama. Nietzche menegasikan adanya kebenaran tunggal dan justru bersikap afirmatif terhadap banyak kebenaran. Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan bahwa semua agama–entah Hinduisme, Buddhisme, Yahudi, Kristen, Islam, Zoroaster, maupun lainnya–adalah benar. Dan, konsekuensinya, kebenaran ada dan ditemukan pada semua agama.”

7) Dr. Luthfi Assyaukanie (dosen Universitas Paramadina)
Ia menulis, “Seorang fideis Muslim, misalnya, bisa merasa dekat kepada Allah tanpa melewati jalur shalat karena ia bisa melakukannya lewat meditasi atau ritus-ritus lain yang biasa dilakukan dalam persemedian spiritual. Dengan demikian, pengalaman keagamaan hampir sepenuhnya independen dari aturan-aturan formal agama. Pada gilirannya, perangkap dan konsep-konsep agama seperti kitab suci, nabi, malaikat, dan lain-lain tak terlalu penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang bisa menikmati spiritualitas dan mentransendenkan dirinya dalam lompatan iman yang tanpa batas itu.” (Kompas, 3/9/2005).

8] Nuryamin Aini (dosen Fak. Syariah UIN Jakarta)
Ia menulis, “Tapi ketika saya mengatakan agama saya benar, saya tidak punya hak untuk mengatakan bahwa agama orang lain salah, apalagi kemudian menyalah-nyalahkan atau memaki-maki.” (Lihat buku Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 223).

9) Ulil Abshar Abdalla, mantan Koordinator Jaringan Islam Liberal, menulis, “Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat.” (Jawa Pos, 11 Januari 2004).

10) Taufik Adnan Amal, dosen Ulumul Quran di IAIN Makasar, menulis satu makalah berjudul “Edisi Kritis al-Quran“, yang isinya menyatakan, “Uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas pemantapan teks dan bacaan Al Quran, sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya penyuntingan Edisi Kritis Al Quran.” (Lihat makalah Taufik Adnan Amal berjudul “Edisi Kritis al-Quran”, dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia [Jakarta: JIL, 2002], hlm. 78).

11) Di dalam buku Menggugat Otentisitas Wahyu, hasil tesis master di Universitas Islam Negeri Yogyakarta (Dulu: IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang ditulis oleh Aksin Wijaya, ditulis secara terang-terangan hujatan terhadap kitab suci Al-Qur’an. “Setelah kita kembalikan wacana Islam Arab ke dalam dunianya dan melepaskan diri kita dari hegemoni budaya Arab, kini saatnya, kita melakukan upaya pencarian pesan Tuhan yang terperangkap dalam Mushaf Utsmani, dengan suatu metode dan pendekatan baru yang lebih kreatif dan produktif. Tanpa menegaskan besarnya peran yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan Tuhan, kita terlebih dahulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan absolut, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian. Karena itu, kini kita diperkenankan bermain-main dengan Mushaf tersebut, tanpa ada beban sedikitpun, beban sakralitas yang melingkupi perasaan dan pikiran kita.” (Aksi Wijaya, Menggugat Otentisitas Wahyu Tuhan [Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004], hlm. 123).

12) Aktivis Islam Liberal, Dr. Luthfi Assyaukanie, juga berusaha membongkar konsep Islam tentang Al-Qur’an. Ia menulis: “Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa Al Quran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa Al Quran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis sama seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formasilasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan Al Quran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik (tipu daya), dan rekayasa.” (Luthfi Assyaukani, “Merenungkan Sejarah Alquran”, dalam Abd. Muqsith Ghazali (ed), Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 1).

13) Pada bagian lain buku terbitan JIL tersebut, ada juga yang menulis, bahwa ‘Al-Qur’an adalah perangkap bangsa Quraisy‘, seperti dinyatakan oleh Sumanta Al-Qurtubhy, alumnus Fakultas Syariah IAIN Semarang. Ia menulis: “Di sinilah saya ingin menyebut teks-teks Islam klasik merupakan ‘perangkap bangsa Arab’, dan Al Quran sendiri dalam beberapa hal sebetulnya juga bisa menjadi ‘perangkap’ bangsa Quraisy sebagai suku mayoritas. Artinya, bangunan keislaman sebetulnya tidak lepas dari jaring-jaring kekuasaan Quraisy yang dulu berjuang keras untuk menunjukkan eksistensinya di tengah suku-suku Arab lain.” (Sumanto Al-Qurtubhy, “Membongkar Teks Ambigu“, dalam Abd. Muqsith Ghazali (ed) Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 17).

14) Menjelaskan pendapat Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra menulis, “Al-Qur’an menunjukkan bahwa risalah Islam–disebabkan universalitasnya–adalah selalu sesuai dengan lingkungan kultural apa pun, sebagaimana (pada saat turunnya) hal itu telah disesuaikan dengan kepentingan lingkungan semenanjung Arab. Karena itu, Al-Qur’an harus selalu dikontekstualisasikan dengan lingkungan budaya penganutnya, di mana dan kapan saja.”

15) Karya kaum liberal di Paramadina dalam merombak hukum Islam lebih jelas lagi dengan keluarnya buku Fiqih Lintas Agama, yang sama sekali tidak apresiatif terhadap syariat, bahkan merusak dan menghancurkannya. Misalnya, dalam soal perkawinan antar-agama, buku Fiqih Lintas Agama tertulis: “Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihad dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antara agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena keududukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya.” (Mun’im Sirry (ed), Fiqih Lintas Agama [Jakarta: Paramadina & The Asia Foundation, 2004], hlm. 164).

16) Prof. Musdah Mulia, tokoh feminis, juga melakukan perombakan terhadap hukum perkawinan dengan alasan kontekstualisasi. Ia menulis: “Jika kita memahami konteks waktu turunnya ayat itu (QS. Al Mumtahanah (60) ayat 10, pen–), larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum Mukmin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi, maka larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya.” (Musdah Mulia, Muslimah Reformis [Bandung: Mizan, 2005], hlm. 63).

17) Nuryamin Aini, seorang dosen Fakultas Syariah UIN Jakarta, juga membuat pernyataan yang menggugat hukum perkawinan antar-agama. Ia menulis: “Maka dari itu, kita perlu meruntuhkan mitos fiqih yang mendasari larangan bagi perempuan muslim untuk menikah dengan laki-laki nonmuslim …. Isu yang paling mendasar dari larangan PBA (Perkawinan Beda Agama, red–) adalah masalah sosial politik. Hanya saja, ketika yang berkembang kemudian adalah logika agama, maka konteks sosial-politik munculnya larangan PBA itu menjadi tenggelam oleh hegemoni cara berpikir teologis.” (Lihat buku Ijtihad Islam Liberal [Jakarta: JIL, 2005], hlm. 220-221).

18) Ulil Abshar Abdalla, di harian Kompas edisi 18 November 2002, juga menulis: “Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi.”

19) Dari IAIN Yogyakarta muncul nama Muhidin M. Dahlan, yang menulis buku memoar berjudul Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur, yang memuat kata-kata berikut: “Pernikahan yang dikatakan sebagai pembirokrasian seks ini, tak lain tak bukan adalah lembaga yang berisi tong-tong sampah penampung sperma yang secara anarkis telah membelah-belah manusia dengan klaim-klaim yang sangat menyakitkan. Istilah pelacur dan anak haram pun muncul dari rezim ini. Perempuan yang melakukan seks di luar lembaga ini dengan sangat kejam diposisikan sebagai perempuan yang sangat hina, tuna, lacur, dan tak pantas menyandang harga diri. Padahal, apa bedanya pelacur dengan perempuan yang berstatus istri? Posisinya sama. Mereka adalah penikmat dan pelayan seks laki-laki. Seks akan tetap bernama seks meski dilakukan dengan satu atau banyak orang. Tidak, pernikahan adalah konsep aneh, dan menurutku mengerikan untuk bisa kupercaya.” (Buku: Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur: Memoar Luka Seorang Muslimah, SriptaManent dan Melibas, 2005, cetakan ke-7).

Bandingkan pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh Islam Liberal tersebut diatas jika kita adukan pada Firman Allooh سبحانه وتعالى dan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagaimana diyakini oleh Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah berikut ini:

1. Sadarilah bahwa orang Yahudi, dan orang Musyrikin paling sengit memusuhi orang-orang beriman

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَى ذَلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Artinya:

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al Maa’idah (5) ayat 82)

2. Jangan aneh jika kalian wahai kaum Muslimin mendengar banyak pernyataan-pernyataan yang sangat melukai dari mereka orang-orang Yahudi, Nasrani dan Musyrikin

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Artinya:

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allooh, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (QS. Ali ‘Imroon (3) ayat 186)

3. Contoh kebiadaban orang Musyrikin terhadap Allooh سبحانه وتعالى

وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

Artinya:

“Dan berkatalah orang-orang musyrik: “Jika Allooh menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharomkan sesuatupun tanpa (izin) -Nya“. Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rosuul, selain dari menyampaikan (amanat Allooh) dengan terang.” (QS. An Nahl (16) ayat 35)

4. Mereka itu telah disesatkan oleh Syaithoon

إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ (25) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (26) فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ (27) ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ (28)

Artinya:

(25) “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaithoon telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.

(26) Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allooh (orang-orang Yahudi): “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan”, sedang Allooh mengetahui rahasia mereka.

(27) Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka?

(28) Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allooh dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya; sebab itu Allooh menghapus (pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad (47) ayat 25-28)

5. Orang kaafir dari kalangan Yahudi, Nasrani dan Musyrikin adalah sejahat-jahat manusia

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kaafir dari kalangan Ahlil Kitab (Yahudi, Nasrani) dan orang-orang Musyrikin, mereka itu didalam neraka jahannam, kekal didalamnya. Mereka itu adalah sejahat-jahat manusia.” (QS. Al Bayyinah (98) ayat 6)

TENTANG INDIKATOR BAIK DAN BURUK, BOLEH DAN TIDAK ITU ADALAH SYAR’I DAN BUKAN AKAL !

قال الشاطبي في الاعتصام :

ان عامة المبتدعة قائلة بالتحسين والتقبيح فهو عمدتهم الاولى وقاعدتهم التي يبنون عليها الشرع فهو المقدم في نحلهم بحيث لا يتهمون العقل وقد يتهمون الأدلة إذ لم توافقهم في الظاهر حتى يردوا كثيرا من الادلة الشرعية وقد علمت ايها الناظر انه ليس كل ما يقضي به العقل يكون حقا ولذلك تراهم يرتضون اليوم مذهبا ويرجعون عنه غدا ثم يصيرون بعد غد إلى رأي ثالث ولو كان كل ما يقضي به حقا لكفى في اصلاح معاش الخلق ومعادهم ولم يكن لبعثة الرسل عليهم السلام فائدة ولكان على هذا الاصل تعد الرسالة عبثا لا معنى له وهو كله باطل فما أدى اليه مثله

Artinya:

Imaam Asy Syaathiby رحمه الله berkata dalam Kitab “Al I’tishoom”, “Sesungguhnya pencetus ke-Bid’ahan adalah mereka yang mengatakan “Ini baik dan ini buruk”.

Itulah yang menjadi tumpuan awal dan kaidah mereka yang mereka bangun syari’at ini, dialah yang dikedepankan dalam ajaran mereka. Mereka tidak menuding akal mereka, tetapi justru menuding dalil yang tidak mereka sepakati secara dzohir, sehingga mereka banyak menolak dalil-dalil Syar’i, dimana engkau bisa ketahui, wahai pemerhati, bahwa tidak setiap yang diputuskan oleh akal itu terjadi dengan benar. Oleh karena itu, kalian lihat hari ini mereka menerima suatu madzab, tetapi besok mereka akan tinggalkan madzab itu, dan keesokan lusanya akan mengambil pendapat ketiga. Seandainya setiap apa yang diputuskan oleh akal manusia itu adalah benar maka cukuplah mereka sendiri untuk memperbaiki hidup dan matinya mereka, dan tidak lagi diutus para Rosuul itu menjadi bermanfaat. Dengan demikian, adanya Risaalah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم adalah perkara sia-sia, tidak bermakna dan yang demikian itu adalah kebaathilan yang akan menyusul dengan kebaathilan lainnya.”

Demikianlah berbagai dalil dan perkataan para ‘Ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah yang menjelaskan tentang Bahayanya Paham Liberalisme dan Sekulerisme.

Waspadalah kaum Muslimin, hendaknya kita berhati-hati dan tidak terkecoh oleh seruan baathil mereka, sekalipun seruan tersebut dijajakan dan disebarkan melalui “bungkus-bungkus yang menarik” dalam bentuk film sinematografi atau bentuk-bentuk media massa lainnya.

Dan waspadalah, walaupun seruan tersebut datang dari para tokoh-tokoh mereka yang mencantumkan titel Professor Doktor dari lulusan Chicago / Harvard / Oxford dan sejenisnya sekalipun, namun pada dasarnya itu semua merupakan perangkap yang dapat menggiring kaum Muslimin menuju Pemurtadan. Na’uudzu billaahi min dzaalik!

Hendaknya disadari pula oleh kaum Muslimin bahwa ‘ilmu dien ini adalah Wahyu, maka jangan lah mengambilnya ataupun belajar dari orang-orang yang justru membenci Al Islam dari kalangan orang-orang kaafir dan kaum Orientalis.

Berikut ini adalah Fatwa Lajnah Daa’imah untuk Bahasan-Bahasan Ilmiyyah dan Fatwa dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Bahaya Pluralisme dan Liberalisme:

FATWA LAJNAH DAA’IMAH

UNTUK BAHASAN-BAHASAN ILMIYYAH DAN FATWA

TENTANG PLURALISME

No: 19402



Segala puji hanya bagi Allooh Yang Esa, Sholawat dan Salam semoga tercurah kepada yang tidak ada Nabi setelahnya, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, juga kepada keluarganya, para Shohabatnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia hingga hari Kiamat.

Amma Ba’du

Sungguh, Lajnah Daa’imah untuk Bahasan-Bahasan Ilmiyyah dan Fatwa, telah diajukan pertanyaan berkenaan dengan apa yang tersebar di media massa berupa pendapat dan tulisan tentang seruan atau ajakan kepada PLURALISME (penggabungan agama) Islam, Yahudi dan Nasrani, beserta apa yang bercabang darinya berupa pembangunan masjid dan gereja serta vihara dalam satu kawasan di kawasan Universitas, Airport atau tempat-tempat umum; juga ajakan menuju percetakan Al Qur’an Al Kaarim, Taurat dan Injil dalam satu Bundel, dll; sebagai dampak dari ajakan kepada hal ini. Dan apa yang untuknya telah diadakan berbagai muktamar, seminar dan organisasi, baik di Timur maupun di Barat.

Setelah melalui perenungan dan mempelajari, maka Lajnah Daa’imah memutuskan sebagai berikut

1Bahwa diantara Pokok-Pokok ‘Aqiidah Islam yang sudah diketahui secara permanen, bahkan disepakati kaum Muslimin, adalah bahwa: Tidak ada diatas permukaan bumi ini agama yang benar selain Islam. Dan bahwa Islam adalah penutup segala agama; penghapus seluruh ajaran, syari’at dan agama yang pernah ada sebelumnya. Maka dari itu, diyakini tidak ada agama diatas bumi yang dengannya seseorang berhamba kepada Allooh سبحانه وتعالى, kecuali dengan Islam.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 19:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللّهِ الإِسْلاَمُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ إِلاَّ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْعِلْمُ بَغْياً بَيْنَهُمْ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللّهِ فَإِنَّ اللّهِ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Artinya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allooh hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kaafir terhadap ayat-ayat Allooh maka sesungguhnya Allooh sangat cepat hisab-Nya.”

Dan Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 3 :

… الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً …

Artinya:

“… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. ….”

Dan Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 85:

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya:

“ Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Dan Islam setelah dibangkitkannya Muhammad صلى الله عليه وسلم, adalah apa yang dibawa oleh beliau صلى الله عليه وسلم, dan bukan agama selainnya.

2. Diantara Pokok-Pokok ‘Aqiidah Islam adalah bahwa Kitabullooh Al Qur’an Al Kariim adalah Kitab Allooh سبحانه وتعالى yang terakhir Allooh سبحانه وتعالى turunkan, dan dia adalah penghapus bagi seluruh kitab yang pernah diturunkan sebelumnya baik berupa Taurat, Zabur, Injil, dll. Dan Al Qur’an telah mencakup semua itu, sehingga tidak tersisa Kitab yang diturunkan yang dengannya seseorang berhamba kepada Allooh سبحانه وتعالى, selaih Al Qur’an Al Kariim.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 48 :

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِناً عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allooh turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allooh menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allooh hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allooh-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.”

3. Wajib hukumnya beriman kepada Taurat dan Injil dan bahwa keduanya telah dihapus oleh Al Qur’an Al Kariim, dan bahwa Taurat dan Injil telah mengalami perubahan, penukaran, penambahan dan pengurangan sebagaimana penjelasan tentang itu telah banyak dijelaskan dalam banyak ayat didalam Kitab Allooh Al Kariim, antara lain:

Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 13 :

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ وَنَسُواْ حَظّاً مِّمَّا ذُكِّرُواْ بِهِ وَلاَ تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىَ خَآئِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمُ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya:

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allooh) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit di antara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allooh menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Dan Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 79 :

فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـذَا مِنْ عِندِ اللّهِ لِيَشْتَرُواْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُونَ

Artinya:

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allooh”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.”

Dan Firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 78 :

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقاً يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُم بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allooh”, padahal ia bukan dari sisi Allooh. Mereka berkata dusta terhadap Allooh, sedang mereka mengetahui.”

Karena itu, apa pun yang shohiih dari kitab-kitab, maka telah terhapus oleh Al Islam. Adapun selainnya, telah mengalami penukaran dan pergantian. Sungguh telah terdapat sikap dari Nabi صلى الله عليه وسلم bahwa:

Beliau صلى الله عليه وسلم murka ketika melihat bersama ‘Umar Ibnul Khoththoob رضي الله عنه satu lembaran yang didalamnya terdapat bagian dari Taurat, seraya bersabda: “Apakah kamu dalam keadaan ragu, wahai Ibnul Khoththoob, bukankah aku telah mendatangkannya dengan putih lagi jernih? Seandainya saudaraku Musa عليه السلام hidup, maka tidak ada sikap lain kecuali dia akan mengikutiku.”

(Hadits Riwayat Imaam Ahmad 3/387, Imaam Ad Daarimy Muqoddimah 115-116 dan selainnya)

4. Diantara Pokok ‘Aqiidah Islam adalah Nabi dan Rosuul kita صلى الله عليه وسلم adalah Penutup seluruh Nabi dan Rosuul, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Ahzaab (33) ayat 40:

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً

Artinya:

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rosuulullooh dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allooh Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Maka, tidak ada Rosuul yang wajib diikuti kecuali Muhammad صلى الله عليه وسلم. Dan jika, ada seorang Nabi atau Rosuul yang hidup, maka tidak ada kewajiban kecuali untuk mengikuti beliau صلى الله عليه وسلم dan tidak ada alternatif bagi pengikutnya kecuali itu, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 81:

وَإِذْ أَخَذَ اللّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّيْنَ لَمَا آتَيْتُكُم مِّن كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءكُمْ رَسُولٌ مُّصَدِّقٌ لِّمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُواْ أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُواْ وَأَنَاْ مَعَكُم مِّنَ الشَّاهِدِينَ

Artinya:

“Dan (ingatlah), ketika Allooh mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rosuul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”. Allooh berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Allooh berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.”

Adapun Nabi Isa عليه السلام, dia akan diturunkan di akhir zaman, maka beliau عليه السلام adalah menjadi pengikut Muhammad صلى الله عليه وسلم, dan menjadi pemutus perkara menggunakan syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman QS. Al A’roof (7) ayat 157 :

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya:

“ (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rosuul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Sebagaimana juga merupakan Pokok ‘Aqiidah Islam adalah bahwa Muhammad صلى الله عليه وسلم dibangkitkan untuk segenap manusia. Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Saba’ (34) ayat 28 :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيراً وَنَذِيراً وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al A’roof ayat 158 :

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

Artinya:

“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allooh kepadamu semua, yaitu Allooh yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allooh dan Rosuul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allooh dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“.”

dan ayat-ayat lainnya.

5. Diantara Pokok-Pokok Islam adalah wajib meyakini kufurnya setiap yang tidak memasuki Islam dari kalangan Yahudi, Nasrani atau selain mereka, dan menamakannya Kaafir; jika telah tegak kepadanya Hujjah, dan dia adalah Musuh Allooh سبحانه وتعالى, musuh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan musuh kaum Mu’miniin, dan dia adalah penghuni neraka, sebagaimana Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 1:

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

Artinya:

“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata.”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS Al Bayyinah (98) ayat 6 :

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al An’aam (6) ayat 19 :

قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادةً قُلِ اللّهِ شَهِيدٌ بِيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللّهِ آلِهَةً أُخْرَى قُل لاَّ أَشْهَدُ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ

Artinya:

“Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allooh. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan yang lain di samping Allooh?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui”. Katakanlah: “Sesungguhnya Dia adalah Robb Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allooh)“.”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Ibrohim (14) ayat 52 :

هَـذَا بَلاَغٌ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِ وَلِيَعْلَمُواْ أَنَّمَا هُوَ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ

Artinya:

“(Al Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Robb Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.”

dan ayat-ayat lainnya.

Juga, telah shohiih terdapat dalam Shohiih Muslim no: 153, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

“Demi yang jiwaku ditangan-Nya, tidak kudengar seorang pun dari ummat ini. Yahudi kah, Nasrani kah, kemudian dia mati sebelum beriman dengan ajaran yang aku bawa, kecuali dia adalah bagian dari penghuni neraka.”

Karena itu, barangsiapa yang tidak mengkaafirkan Yahudi dan Nasrani, maka dia adalah Kaafir, sesuai dengan kaidah Syar’ie : “Barangsiapa yang tidak mengkaafirkan orang kaafir dan telah tegak Hujjah, maka dia adalah Kaafir.”

6. Dihadapan Pokok-Pokok ‘Aqiidah ini dan Hakekat Syari’at ini, maka ajakan menuju penggabungan agama (PLURALISME) atau hidup berdampingan sesama agama dan menjadikannya dalam satu naungan adalah Dakwah yang Keji dan Makar. Tujuan dari semua itu, tidak lain adalah mencampur adukkan antara haq dan baathil, meruntuhkan Islam dan menghancurkan tiang-tiangnya dan menyeret penganutnya kepada KEMURTADAN SECARA TOTALITAS.

Hal ini sesuai dengan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Baqoroh (2) ayat 217:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ اللّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىَ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُواْ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya:

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Harom. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allooh, kafir kepada Allooh, (menghalangi masuk) Masjidil Harom dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allooh. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Dan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. An Nisaa’ (4) ayat 89 :

وَدُّواْ لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُواْ فَتَكُونُونَ سَوَاء فَلاَ تَتَّخِذُواْ مِنْهُمْ أَوْلِيَاء حَتَّىَ يُهَاجِرُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ وَجَدتَّمُوهُمْ وَلاَ تَتَّخِذُواْ مِنْهُمْ وَلِيّاً وَلاَ نَصِيراً

Artinya:

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong (mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allooh. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di antara mereka pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.”

7. Diantara dampak dari ajakan yang berbahaya ini adalah menghilangkan perbedaan antara Islam dan kufur, haq dan baathil, ma’ruf dan munkar, dan menghancurkan dinding pemisah antara Muslimin dan Kaafirin, sehingga tidak ada Wala’ dan Baro’, sehingga tidak ada Jihad dan tidak ada perang untuk meninggikan kalimat Allooh سبحانه وتعالى di muka bumi.

Sedangkan Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. At Taubah (9) ayat 29 :

قَاتِلُواْ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُواْ الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ

Artinya:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allooh dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharomkan apa yang telah diharomkan oleh Allooh dan Rosuul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allooh), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”

Dan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. At Taubah (9) ayat 36 :

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُواْ الْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya:

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allooh di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan harom. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allooh beserta orang-orang yang bertaqwa.”

Dan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 118 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لاَ يَأْلُونَكُمْ خَبَالاً وَدُّواْ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاء مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”

8. Sesungguhnya, ajakan menuju penggabungan agama / pluralisme, jika keluar dari seorang Muslim, maka berarti dia MURTAD YANG NYATA dari Islam, karena yang demikian itu telah bertabrakan dengan Pokok-Pokok ‘Aqiidah, dia telah ridho dengan kekufuran terhadap Allooh سبحانه وتعالى, dia telah menolak kebenaran Al Qur’an dan bahwa Al Qur’an telah menghapus seluruh agama dan syari’at sebelumnya.

Maka dari itu, dia adalah merupakan pemikiran yang tertolak secara Syar’ie, pasti Haromnya dengan seluruh dalil Syari’at yang terdapat dalam Islam, baik Al Qur’an, Sunnah maupun Ijma’.

9. Atas dasar apa yang telah terdahulu, maka:

1) Seorang Muslim yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى sebagai Robb-nya, Islam sebagai dien-nya, Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul-nya, DILARANG MELAKUKAN DAKWAH KEPADA PEMIKIRAN (PLURALISME) YANG MENYESATKAN INI, atau mendorong, atau membuka jalan bagi kaum Muslimin, apalagi memenuhi seruan ini, memasuki muktamar, seminar mereka, juga menggabungkan diri pada komunitas mereka.

2) DILARANG bagi seorang Muslim UNTUK MENCETAK TAURAT, INJIL secara tersendiri, terlebih lagi jika digabungkan dengan Al Qur’an dalam satu Bundel. Dan barangsiapa yang melakukannya, atau menyeru padanya, maka dia berada dalam kesesatan yang jauh, karena dalam hal itu terdapat penggabungan antara Al Haq, yaitu Al Qur’an Al Kariim dengan yang tertukar atau kebenaran yang terhapus yaitu Taurat dan Injil.

3) Sebagaimana pula, DILARANG bagi seorang Muslim UNTUK MEMENUHI AJAKAN MEMBANGUN MASJID, GEREJA DAN VIHARA DALAM SATU KAWASAN. Karena yang demikian itu, merupakan bentuk pengakuan terhadap agama selain Islam, mengingkari status Islam diatas segala agama, merupakan seruan materi kepada 3 agama agar warga bumi meyakini diantara keyakinan tersebut.

Dan bahwa yang demikian itu, merupakan upaya persamaan, dan bahwa Islam bukan lah penghapus terhadap agama sebelumnya, dan tidak diragukan lagi bahwa mengakui hal itu, meyakini hal itu dan ridho dengan hal itu adalah kekufuran dan kesesatan, karena merupakan bentuk menyelisihi secara terang-terangan terhadap Al Qur’an Al Kariim, dan Sunnah yang suci, dan Ijma’ kaum Muslimin, dan merupakan pengakuan terhadap penukaran Yahudi dan Nasrani terhadap Kitab mereka dari Allooh سبحانه وتعالى.

Sebagaimana, tidak boleh menamakan gereja sebagai Rumah Allooh, dan bahwa pengikutnya beribadah pada Allooh سبحانه وتعالى didalamnya dengan ibadah yang benar, diterima disisi Allooh سبحانه وتعالى; karena dia adalah merupakan ibadah dengan jalan selain Islam.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 85 :

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya:

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”

Bahkan dia adalah merupakan rumah-rumah dimana Allooh سبحانه وتعالى mereka kaafiri didalamnya. Kita berlindung pada Allooh سبحانه وتعالى dari Kufur dan penganut kekufuran.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله dalam Majmu Fatawaa’ jilid 22 no: 162, “Bukanlah gereja dan vihara merupakan rumah Allooh. Rumah Allooh سبحانه وتعالى hanyalah masjid. Justru yang demikian itu adalah rumah yang mereka kaafir didalamnya. Betapa pun bisa jadi Allooh سبحانه وتعالى disebut didalamnya karena rumah berstatus sama dengan penganutnya. Penganutnya adalah orang-orang kaafir, maka dia adalah rumah ibadah orang-orang kaafir.”

10. Diantara yang Wajib diketahui adalah bahwa menyeru umumnya orang kaafir khususnya Ahlul Kitab kepada Islam Hukumnya Wajib bagi Kaum Muslimin, sesuai dengan nash-nash yang terang dari Al Qur’an dan As Sunnah. Akan tetapi yang demikian itu, tidaklah terjadi kecuali dengan jalan penjelasan dan dialog yang baik, dan tidak turun prinsip dari apa pun yang merupakan Syari’at Islam. Yang demikian itu dilakukan agar mereka menerima Islam, mereka masuk Islam, atau menegakkan Hujjah atas mereka agar binasa orang binasa diatas kejelasan dan juga hidup orang yang hidup diatas kejelasan.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 64 :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Artinya:

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allooh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allooh. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allooh)”.”

Adapun berdebat dengan mereka, bertemu dengan mereka untuk mengikuti apa yang menjadi kehendak mereka, mewujudkan tujuan mereka, menanggalkan ikatan Islam dan imaan, maka ini adalah merupakan kebaathilan yang Allooh سبحانه وتعالى, Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم dan orang-orang beriman tolak.

Allooh سبحانه وتعالى lah tempat memohon pertolongan atas apa yang mereka sifatkan.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Maa’idah (5) ayat 49 :

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Artinya:

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allooh, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allooh kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allooh), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allooh menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasiq.”

Dengan ini, Lajnah Daa’imah memutuskan berdasarkan dengan apa yang telah disebutkan sebelum ini, dan menjelaskannya untuk manusia maka Lajnah Daa’imah berwasiat pada umumnya kaum Muslimin dan khususnya Ahlil ‘Ilmu agar bertaqwa kepada Allooh سبحانه وتعالى, senantiasa berintrospeksi, menjaga Islam, melindungi ‘Aqiidah kaum Muslimin dari kesesatan dan para penyerunya, dari kekufuran dan para penganutnya, dan memberikan kewaspadaan kepada mereka dari dakwah yang kufur dan sesat berupa penggabungan agama (Pluralisme) dan dari terjerembabnya mereka dalam belenggunya.

Dan kami berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى, agar melindungi setiap Muslim dari menjadi sebab bagi sampainya kesesatan ini kepada negeri-negeri Muslimin dan menampakkan indah dakwah mereka diantara kaum Muslimin. Kami bermohon kepada Allooh سبحانه وتعالى dengan Nama-Nama-Nya yang Baik dan Shifat-Shifat-Nya yang Tinggi, agar melindungi kita dan segenap kaum Mulimin dari fitnah yang gelap dan menjadikan kita sebagai pemberi hidayah dan yang diberi hidayah, menjadi penjaga bagi Islam diatas petunjuk dan cahaya dari Allooh سبحانه وتعالى sehingga kita menemui-Nya sedang Dia ridho terhadap kita.

Wabillaahit taufiiq wa shollalloohu ‘alaa Nabiyyina Muhammadin wa aalihi washohbihi wassallama.

Lajnah Daa’imah

untuk Bahasan-Bahasan Ilmiyyah dan Fatwa

‘Abdul Aziiz bin ‘Abdillaah bin Baaz (Ketua)
‘Abdul Aziiz Aalu Syaikh (Wakil Ketua)
Shoolih Al Fauzan (Anggota)
Bakr Abu Zaid (Anggota)
Text Asli:

فتوى اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

في قضية وحدة الأديان

الفتوى رقم ( 19402 )

الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أما بعد:

فإن اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء استعرضت ما ورد إليها من تساؤلات، وما ينشر في وسائل الإعلام من آراء ومقالات بشأن الدعوة إلى (وحدة الأديان): دين الإسلام، ودين اليهودية، ودين النصارى، وما تفرع عن ذلك من دعوة إلى بناء مسجد وكنيسة ومعبد في محيط واحد، في رحاب الجامعات والمطارات والساحات العامة، ودعوة إلى طباعة القرآن الكريم والتوراة والإنجيل في غلاف واحد، إلى غير ذلك من آثار هذه الدعوة، وما يعقد لها من مؤتمرات وندوات وجمعيات في الشرق

والغرب.

وبعد التأمل والدراسة فإن اللجنة تقرر ما يلي:

أولا: إن من أصول الاعتقاد في الإسلام، المعلومة من الدين بالضرورة، والتي أجمع عليها المسلمون: أنه لا يوجد على وجه الأرض دين حق سوى دين الإسلام، وأنه خاتمة الأديان، وناسخ لجميع ما قبله من الأديان والملل والشرائع، فلم يبق على وجه الأرض دين يتعبد الله به سوى الإسلام، قال الله تعالى: { إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ } ([1]) وقال تعالى: { الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا } ([2]) وقال تعالى: { وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ } ([3]) والإسلام بعد بعثة محمد صلى الله عليه وسلم هو ما جاء به دون ما سواه من الأديان.

ثانيا: ومن أصول الاعتقاد في الإسلام: أن كتاب الله تعالى: (القرآن الكريم) هو آخر كتب الله نزولا وعهدا برب العالمين، وأنه ناسخ لكل كتاب أنزل من قبل؛ من التوراة والزبور والإنجيل وغيرها، ومهيمن عليها، فلم يبق كتاب منزل يتعبد الله به سوى القرآن الكريم، قال الله تعالى: { وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ } ([4])

ثالثا: يجب الإيمان بأن التوراة والإنجيل قد نسخا بالقرآن الكريم، وأنه قد لحقهما التحريف والتبديل بالزيادة والنقصان، كما جاء بيان ذلك في آيات من كتاب الله الكريم، منها قول الله تعالى: { فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ } ([5]) وقوله جل وعلا: { فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ } ([6]) وقوله سبحانه: { وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ } (سورة آل عمران الآية 78) ولهذا فما كان منها صحيحا فهو منسوخ بالإسلام، وما سوى ذلك فهو محرف أو مبدل، وقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه غضب حين رأى مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه صحيفة فيها شيء من التوراة، وقال عليه الصلاة والسلام: « أفي شك أنت يا بن الخطاب؟ ألم آت بها بيضاء نقية؟! لو كان أخي موسى حيا ما وسعه إلا اتباعي » ([7]) رواه أحمد والدارمي وغيرهما.

رابعا: ومن أصول الاعتقاد في الإسلام: أن نبينا ورسولنا محمدا صلى الله عليه وسلم هو خاتم الأنبياء والمرسلين، كما قال الله تعالى: { مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ } ([8]) فلم يبق رسول يجب اتباعه سوى محمد صلى الله عليه وسلم، ولو كان أحد من أنبياء الله ورسله حيا لما وسعه إلا اتباعه صلى الله عليه وسلم، وإنه لا يسع أتباعهم إلا ذلك، كما قال تعالى: { وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ } ([9]) ونبي الله عيسى عليه الصلاة والسلام إذا نزل في آخر الزمان يكون تابعا لمحمد صلى الله عليه وسلم، وحاكما بشريعته، وقال الله تعالى: { الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ } ([10]) كما أن من أصول الاعتقاد في الاسلام أن بعثة محمد صلى الله عليه وسلم عامة للناس أجمعين، قال الله تعالى: { وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ } ([11]) وقال سبحانه: { قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا } ([12]) وغيرها من الآيات.

خامسا: ومن أصول الإسلام أنه يجب اعتقاد كفر كل من لم يدخل في الإسلام من اليهود والنصارى وغيرهم، وتسميته كافرا ممن قامت عليه الحجة، وأنه عدو لله ورسوله والمؤمنين، وأنه من أهل النار، كما قال تعالى: { لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ } ([13])

وقال جل وعلا: { إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ } ([14]) وقال تعالى: { وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ } ([15]) وقال تعالى: { هَذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ } ([16]) الآية، وغيرها من الآيات. وثبت في صحيح مسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: « والذي نفسي بيده لا يسمع بي أحد من هذه الأمة: يهودي ولا نصراني، ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أهل النار » ([17]) . ولهذا فمن لم يكفر اليهود والنصارى فهو كافر، طردا لقاعدة الشريعة: (من لم يكفر الكافر بعد إقامة الحجة عليه فهو كافر).

سادسا: وأمام هذه الأصول الاعتقادية، والحقائق الشرعية، فإن الدعوة إلى (وحدة الأديان) والتقارب بينها وصهرها في قالب واحد، دعوة خبيثة ماكرة، والغرض منها خلط الحق بالباطل، وهدم الإسلام وتقويض دعائمه، وجر أهله إلى ردة شاملة، ومصداق ذلك في قول الله سبحانه: { وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا } ([18])

وقوله جل وعلا: { وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً } ([19])

سابعا: وإن من آثار هذه الدعوة الآثمة إلغاء الفوارق بين الإسلام والكفر، والحق والباطل، والمعروف والمنكر، وكسر حاجز النفرة بين المسلمين والكافرين، فلا ولاء ولا براء، ولا جهاد ولا قتال لإعلاء كلمة الله في أرض الله، والله جل وتقدس يقول: { قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ } ([20]) ويقول جل وعلا: { وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ } ([21]) وقال تعالى: { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ } ([22])

ثامنا: إن الدعوة إلى (وحدة الأديان) إن صدرت من مسلم فهي تعتبر ردة صريحة عن دين الإسلام؛ لأنها تصطدم مع أصول الاعتقاد، فترضى بالكفر بالله عز وجل، وتبطل صدق القرآن ونسخه لجميع ما قبله من الشرائع والأديان، وبناء على ذلك فهي فكرة مرفوضة شرعا، محرمة قطعا بجميع أدلة التشريع في الإسلام من قرآن وسنة وإجماع.

تاسعا: وبناء على ما تقدم: 1- فإنه لا يجوز لمسلم يؤمن بالله ربا، وبالإسلام دينا، وبمحمد صلى الله عليه وسلم نبيا ورسولا الدعوة إلى هذه الفكرة الآثمة، والتشجيع عليها، وتسليكها بين المسلمين، فضلا عن الاستجابة لها، والدخول في مؤتمراتها وندواتها، والانتماء إلى محافلها. 2- لا يجوز لمسلم طباعة التوراة والإنجيل منفردين، فكيف مع القرآن الكريم في غلاف واحد؟ فمن فعله أو دعا إليه فهو في ضلال بعيد؛ لما في ذلك من الجمع بين الحق (القرآن الكريم) والمحرف أو الحق المنسوخ (التوراة والإنجيل). 3- كما لا يجوز لمسلم الاستجابة لدعوة: (بناء مسجد وكنيسة ومعبد) في مجمع واحد؛ لما في ذلك من الاعتراف بدين يعبد الله به غير دين الإسلام، وإنكار ظهوره على الدين كله، ودعوة مادية إلى أن الأديان ثلاثة، لأهل الأرض التدين بأي منها، وأنها على قدم التساوي، وأن الإسلام غير ناسخ لما قبله من الأديان، ولا شك أن إقرار ذلك واعتقاده أو الرضا به كفر وضلال؛ لأنه مخالفة صريحة للقرآن الكريم والسنة المطهرة وإجماع المسلمين، واعتراف بأن تحريفات اليهود والنصارى من عند الله، تعالى الله عن ذلك. كما أنه لا يجوز تسمية الكنائس (بيوت الله) وأن أهلها يعبدون الله فيها عبادة صحيحة مقبولة عند الله؛ لأنها عبادة على غير دين الإسلام، والله تعالى يقول: { وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ } ([23]) بل هي بيوت يكفر فيها بالله، نعوذ بالله من الكفر وأهله، قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى في مجموع الفتاوى (22 \ 162) : (ليست – البيع والكنائس – بيوتا لله، وإنما بيوت الله المساجد، بل هي بيوت يكفر فيها بالله، وإن كان قد يذكر فيها، فالبيوت بمنزلة أهلها، وأهلها الكفار، فهي بيوت عبادة الكفار).

عاشرا: ومما يجب أن يعلم: أن دعوة الكفار بعامة، وأهل الكتاب بخاصة إلى الإسلام واجبة على المسلمين، بالنصوص الصريحة من الكتاب والسنة، ولكن ذلك لا يكون إلا بطريق البيان والمجادلة بالتي هي أحسن، وعدم التنازل عن شيء من شرائع الإسلام، وذلك للوصول إلى قناعتهم بالإسلام، ودخولهم فيه، أو إقامة الحجة عليهم ليهلك من هلك عن بينة ويحيا من حي عن بينة، قال الله تعالى: { قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ } ([24]) أما مجادلتهم واللقاء معهم ومحاورتهم لأجل النزول عند رغباتهم، وتحقيق أهدافهم، ونقض عرى الإسلام ومعاقد الإيمان فهذا باطل يأباه الله ورسوله والمؤمنون والله المستعان على ما يصفون، قال تعالى: { وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ } ([25])

وإن اللجنة إذ تقرر ما تقدم ذكره وتبينه للناس؛ فإنها توصي المسلمين بعامة، وأهل العلم بخاصة بتقوى الله تعالى ومراقبته، وحماية الإسلام، وصيانة عقيدة المسلمين من الضلال ودعاته، والكفر وأهله، وتحذرهم من هذه الدعوة الكفرية الضالة: (وحدة الأديان)، ومن الوقوع في حبائلها، ونعيذ بالله كل مسلم أن يكون سببا في جلب هذه الضلالة إلى بلاد المسلمين، وترويجها بينهم. نسأل الله سبحانه، بأسمائه الحسنى وصفاته العلى أن يعيذنا وجميع المسلمين من مضلات الفتن، وأن يجعلنا هداة مهتدين، حماة للإسلام على هدى ونور من ربنا حتى نلقاه وهو راض عنا.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

عضو … عضو … نائب الرئيس … الرئيس

بكر أبو زيد … صالح الفوزان … عبد العزيز آل الشيخ … عبد العزيز بن عبد الله بن باز

[1] . سورة آل عمران الآية 19

[2] . سورة المائدة الآية 3

[3] . سورة آل عمران الآية 85

[4] . سورة المائدة الآية 48

[5] . سورة المائدة الآية 13

[6] . سورة البقرة الآية 79

[7] . أخرجه أحمد 3 / 387، والدارمي في المقدمة 1 / 115-116، والبزار (كشف الأستار) 1 / 78-79 برقم (124)، وابن أبي عاصم في السنة 1 / 27 برقم (50)، وابن عبد البر في جامع بيان العلم وفضله (باب في مطالعة كتب أهل الكتاب والرواية عنهم) 1 / 42 (ط: المنيرية).

[8] . سورة الأحزاب الآية 40

[9] . سورة آل عمران الآية 81

[10] . سورة الأعراف الآية 157

[11] . سورة سبأ الآية 28

[12] . سورة الأعراف الآية 158

[13] . سورة البينة الآية 1

[14] . سورة البينة الآية 6

[15] . سورة الأنعام الآية 19

[16] . سورة إبراهيم الآية 52

[17] . صحيح مسلم الإيمان (153),مسند أحمد بن حنبل (2/317).

[18] . سورة البقرة الآية 217

[19] . سورة النساء الآية 89

[20] . سورة التوبة الآية 29

[21] . سورة التوبة الآية 36

[22] . سورة آل عمران الآية 118

[23] . سورة آل عمران الآية 85

[24] . سورة آل عمران الآية 64

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA TAHUN 2005

KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil-Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M;

MENIMBANG:

Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
Bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama di kalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;
Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.
MENGINGAT:

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3] : 85)“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…” (QS. Ali Imran [3] : 19)“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. al-Kafirun [109] : 6)“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33] : 36)“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mumtahinah [60] : 8-9)“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash [28] : 77)“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. al-An’am [6] : 116)“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. al-Mukminun [23] : 71)
Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Imam Muslim (wafat 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-Muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi raja Abesenia yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibnu Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non-Muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quraidzah (Sayyid Bani Quraidzah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
MEMPERHATIKAN:

Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.

Dengan bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

MEMUTUSKAN:

MENETAPKAN: FATWA TENTANG PLURALISME, LIBERALISME, DAN SEKULARISME AGAMA

Pertama: Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua: Ketentuan Hukum

Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme Agama.
Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampur-adukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Bagi masyarakat Muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 21 Jumadil-Akhir 1426 H
28 J u l i 2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa

Ketua, Ttd,K.H. MA’RUF AMIN Sekretaris, Ttd,Drs. H. HASANUDIN, M.Ag
Pimpinan Sidang Pleno

Ketua,Ttd,Prof. Dr. H. UMAR SHIHAB Sekretaris,Ttd,Prof. Dr. H.M. DIN SYAMSUDDIN
http://ustadzrofii.wordpress.com

No comments:

Post a Comment